Rabu, 06 Juli 2011

Stop Merokok atau Kita Semua Akan Segera Mati

 Studi global pertama yang meneliti efek perokok pasif menemukan bahwa merokok pasif menyebabkan 600.000 kematian setiap tahun. Kelompok yang paling berisiko adalah anak-anak. Mereka adalah korban perokok pasif di rumah mereka sendiri. Sepertiga dari mereka yang tewas adalah anak-anak. Menurut temuan WHO, kelompok anak-anak ini menjadi korban bahkan di rumah mereka sendiri.
Studi yang dilakukan di 192 negara menemukan bahwa merokok pasif memang sangat berbahaya. Selain anak-anak, kelompok lain yang sangat rentan dan menyebabkan angka kematian tinggi adalah kelompok anak-anak. Kelompok ini bisa secara mendadak menderita pneumonia dan asma.
Merokok pasif juga menyebabkan terjadinya penyakit jantung, penyakit pernafasan, dan kanker paru-paru.
Armando Peruga, Pencetus Bebas Rokok WHO yang memimpin penelitian ini mengatakan bahwa hasil penelitian membantu kita memahami bahaya sesungguhnya dari tembakau.
“Kombinasi yang Mematikan”
Penelitian ini menggunakan perkiraan insiden penyakit tertentu dan jumlah orang yang terkena asap rokok di wilayah tertentu. Terkait hasil penelitian ini, badan kesehatan dunia mengaku sangat prihatin, apalagi angka kematian pada anak-anak diperkirakan mencapai 165.000 orang. Mereka dideteksi meninggal karena infeksi pernapasan karena asap rokok. Wilayah yang paling parah adalah Asia Tenggara dan Afrika.
Menurut Perugia, anak-anak yang menjadi penderita sebenarnya menjadi korban karena kombinasi dari dua penyakit yang mematikan. Yang pertama adalah asap rokok itu sendiri yang mereka alami sendiri mulai dari rumah mereka. Dan yang kedua adalah kerentanan mereka terhadap penyakit menular. “Campuran penyakit menular dan perokok pasif adalah kombinasi mematikan,” kata Mr Peruga. 
Harus diingat pula bahwa anak-anak yang menjadi penderita dan korban akibat merokok pasif juga akan mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang jauh lebih lambat dibandingkan dengan mereka yang normal. Diperkirakan pada tahun 2004 di seluruh dunia, sebanyak 40% anak-anak, 33% pria tak-merokok dan 35% perempuan tak-merokok terkena atau menjadi korban merokok pasif. Dan ini telah menyebabkan sekurang-kurangnya 379.000 kematian akibat penyakit jantung, 165.000 dari infeksi saluran pernapasan bawah, 36.900 karena asma dan 21.400 karena kanker paru-paru.
Menurut penelitian, jumlah tertinggi orang terekspos dan menjadi korban merokok pasif terdapat di Eropa dan Asia sementara tingkat terendah berada di Amerika, Timur Mediterania dan Afrika.
Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa merokok pasif memiliki dampak yang lebih besar pada perempuan, dapat menewaskan sekitar 281.000 orang perempuan di seluruh dunia. Ini disebabkan oleh kenyataan bahwa di banyak belahan dunia, penelitian menunjukkan, bahwa setidaknya sekitar 50% atau lebih perempuan yang menjadi perokok pasif dibandingkan pria.
Meskipun demikian, para peneliti juga mengakui bahwa penelitian yang mereka lakukan itu pun memiliki keterbatasan, termasuk ketidakpastian mengenai data kesehatan yang tersedia dan adanya kesenjangan dalam data dalam hubungannya dengan kesempatan orang terekspos ke dalam perokok pasif.
Menulis di Lancet, Dr Heather Wipfli dari University of Southern California dan koleganya berkata, “Terdapat ketidakpastian yang benar-benar disadari dalam memperkirakan beban penyakit.” Meskipun demikian, tidak bisa diragukan lagi bahwa 1,2 milyar orang yang merokok di seluruh dunia telah menyeret pula milyaran orang lain yang tidak merokok menjadi perokok pasif sekaligus menyebabkan polusi udara dalam ruangan.”
Bagaimana dengan Indonesia?
Pembangunan kesehatan mulai menghadapi pola penyakit baru, yaitu meningkatnya kasus penyakit tidak menular yang dipicu berubahnya gaya hidup masyarakat seperti pola makan rendah serat dan tinggi lemak serta konsumsi garam dan gula berlebih, kurang aktifitas fisik (olah raga) dan konsumsi rokok yang prevalensinya terus meningkat. 
Demikian sambutan Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH pada puncak peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) tahun 2011, di Taman Lalu Lintas Cibubur, Jakarta (31/05), yang mengangkat tema ”Melalui Regulasi Terbaik, Kita Lindungi Generasi Muda dari Bahaya Merokok”. 
Berdasarkan data Riskesdas 2007, prevalensi merokok di Indonesia naik dari tahun ke tahun. Persentase pada penduduk berumur >15 tahun adalah 35,4 persen aktif merokok (65,3 persen laki-laki dan 5,6 persen wanita), artinya 2 diantara 3 laki-laki adalah perokok aktif. 
Menurut Menkes, kecenderungan peningkatan jumlah perokok tersebut membawa konsekuensi jangka panjang, karena rokok berdampak terhadap kesehatan. Dampak kesehatan dari konsumsi rokok telah diketahui sejak dahulu. 
Saat ini semakin banyak generasi muda yang terpapar dengan asap rokok tanpa disadari terus menumpuk menjadi zat toksik dan karsinogenik yang bersifat fatal.
“Kondisi kesehatan yang buruk di usia dini akan menyebabkan kesehatan yang buruk pula di saat dewasa. Lebih bahaya lagi 85,4 persen perokok aktif merokok di dalam rumah bersama anggota keluarga sehingga mengancam kesehatan anggota keluarga lainnya” tegas Menkes.
Menkes mengatakan, lebih dari 43  juta anak Indonesia hidup serumah dengan perokok dan terpapar asap rokok atau sebagai perokok pasif. Menurut data The Global Youth Tobacco Survey pada tahun 2006, 6 dari 10 pelajar di Indonesia terpapar asap rokok selama mereka di rumah. Sebesar 37,3 persen pelajar dilaporkan biasa merokok, dan 3 diantara 10 pelajar pertama kali merokok pada usia dibawah 10 tahun. Hal ini dikarenakan, anak-anak dan kaum muda semakin dijejali dengan ajakan merokok oleh iklan, promosi dan sponsor rokok yang sangat gencar.
“Padahal, iklan sudah dilarang pada banyak negara di dunia termasuk di negara-negara ASEAN. Oleh karena itu tema HTTS tahun ini sangat tepat untuk mengingatkan agar kita dapat mengambil peran yang lebih besar guna melindungi generasi muda dari sifat fatalistik penggunaan dan paparan asap rokok,” ujar Menkes.
Pada sidang Majelis Kesehatan Dunia ke-56 tanggal 21 Mei 2003 di Jenewa, 192 negara anggota WHO dengan suara bulat mengadopsi Kerangka Kerja Konvensi Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/ FCTC). Tujuannya, melindungi generasi muda sekarang dan mendatang dari masalah kesehatan, sosial, lingkungan, dan konsekuensi ekonomi dari konsumsi rokok dan  paparan asap rokok.
”Walaupun belum meratifikasi FCTC, Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya dalam pengendalian masalah kesehatan akibat tembakau/rokok, yaitu: Mengembangkan regulasi pengendalian tembakau; Membangun jejaring kerja dengan LSM, perguruan tinggi dan masyarakat madani dalam pengendalian tembakau; Melakukan inisiasi pengembangan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di berbagai daerah; Mengembangkan KIE melalui media masa; Melakukan peningkatan kapasitas tingkat nasional dan lokal, dan membentuk Aliansi Bupati Walikota dalam pengendalian tembakau dan penyakit tidak menular”, kata Menkes.
Langkah konkret harus diambil untuk menyelamatkan generasi Indonesia. Merokok harus dilarang secara serius, tidak hanya melarang iklannya, tetapi juga akses ke produk itu sendiri. Misalnya rokok tidak dijual sembarangan, yang membeli harus menunjukkan KTP bahwa dia memang sudah berumur di atas 17 tahun, harga rokok sangat mahal, misalnya sebungkus 50 ribu, tidak dijual per batang, dan sebagainya. Lalu komitmen kita bersama sebagai masyarakat dan pemerintah.
Sanggupkah kita memberantas rokok dari Indonesia? Saya kira kita bisa kalau kita mau.
Sumber:
http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-newsslider/1528-lindungi-generasi-muda-dari-bahaya-merokok.html (Accessed: June 2, 2011)

0 komentar: